lowongan kerja di rumah

Kamis, 31 Desember 2009

E.C (Electrische Centrale) Samak - Manggar


E.C (Electrische Centrale) pada masanya adalah salah sebuah bangunan penting yg dibangun di Bukit Samak - Kec. Manggar Belitung Timur pada tahun 1909 oleh perusahaan Belanda, Billiton Maatschappij. Billiton Maatschappij merupakan perusahaan milik kerajaan Belanda yg memiliki kuasa menambang timah di wilayah Bangka, Belitung dan beberapa tempat lainnya di masa penjajahan. Begitu fenomenalnya kisah bangunan E.C itu, hingga tak satupun penduduk Belitung yg tidak mengenal namanya.

Bangunan tersebut adalah sebuah stasiun pembangkit listrik bertenaga diesel. Pada masanya E.C sempat di klaim sebagai PLTD terbesar di Asia Tenggara. Mesin diesel sebagai pembangkit daya, pernah diperbaharui pada tahun 1955 dengan mendatangkan mesin diesel 4 tak/langkah, 10 cylinder produksi Stork-Hesselman - Belanda. Mesin tersebut mampu menghasilkan tenaga berkekuatan 2400Hp dg daya yg dihasilkan sebesar 1650 KW. Tak tanggung2 sebuah telaga turut difungsikan sebagai sumber pendingin untuk mesinnya. Getaran mesinnya dapat kita rasakan sampai radius kurang lebih 1 km.
 
Dengan kapasitas daya sebesar itu, E.C mampu memenuhi kebutuhan listrik untuk 4 kecamatan pada waktu itu. Beberapa tangki berukuran besar disiapkan di tempat lain yaitu di pinggir pantai tak jauh dari bangunan E.C berada, khusus untuk menampung supply bahan bakar solar mesin dieselnya. Penduduk sekitar mengenal tempat tersebut dg nama Olie Pier. Olie Pier sebenarnya dalam bahasa belanda kurang lebih artinya adalah pangkalan/pelabuhan minyak.

Namun amat disayangkan, bangunan tua yg seharusnya dapat dijadikan monumen untuk mengenang masa keemasan penambangan timah di P. Belitung. Bangunan tersebut sekarang telah rata dengan tanah akibat dari perbuatan tangan2 yg tidak bertanggung-jawab. Tinggal puing2 bangunannya saja yg dapat kita saksikan. Peristiwa tersebut terjadi ketika Belitung mengalami masa2 sulit pasca P.T. Timah. Sebagian besar bahan bangunan terutama bagian yg terbuat dari besi dan tembaga menjadi target penjarahan oknum2 yg tidak bertanggung-jawab tersebut.

1. Bangunan E.C era 80-an


2. Bangunan E.C pada tahun 1933




3. Bangunan E.C tahun 1920-an


3.Salah satu bagian mesin diesel E.C (gbr.1)

4. Salah satu bagian mesin diesel E.C (gbr.2)



5. Salah satu bagian mesin diesel E.C (gbr.3)


6. Salah seorang pekerja sedang memeriksa
bagian mesin diesel E.C


7. Control Panel generator EC



8. Salah satu sudut ruangan EC



9. Olie Pier, lokasi di pantai Keramat
Samak - Manggar

Seperti beberapa bangunan buatan Belanda lainnya, konon katanya sepasang pengantin Belanda lengkap dengan pakaian pengantinnya ikut dikuburkan di dalam sebuah ruangan khusus yg berada di bagian dasar bangunan E.C tersebut sebagai tumbal. Entah benar atau tidaknya, mitos tersebut telah menjadi bahan pembicaraan masyarakat setempat sampai saat ini.


10. Ground Zero, puing2 bekas bangunan E.C
 
Hendaknya menjadi pelajaran bagi kita untuk selalu menjaga aset2 penting daerah baik berupa bangunan maupun benda2 bersejarah lainnya. Agar dapat dijadikan bukti bagi anak-cucu kita bahwa daerah dimana kita tinggal pernah mengalami masa2 kejayaannya.

"Gustave" of Sungai Lenggang??....

1.Gustave of Burundi?

Anda mungkin pernah mengenal Gustave (foto:1), seekor buaya legendaris bertubuh besar dan mematikan berasal dari Afrika Tengah. Tepatnya di daerah Burundi, oleh karenanya ia terkenal dg julukan Gustave of Burundi. Panjang tubuhnya mencapai 22 feet atau sekitar 6,7 meter dg bobot mencapai kurang lebih 2000 pounds/1,3 ton!!!. Buaya tersebut masih hidup sampai dg saat ini dan diperkirakan umurnya telah mencapai usia 60 tahun lebih. Gustave telah lama menjadi perburuan para fotographer dunia yg ingin mengabadikan sosoknya. Ia begitu terkenal semenjak terjadi perang saudara antara warga di dekat perbatasan Rwanda dan Burundi meletus. Dimana pada saat itu ratusan mayat telah dibuang ke sungai tempatnya hidup. Tak ayal mayat2 tersebut pun menjadi santapan empuk bagi sang monster. Ia diperkirakan telah memangsa sekitar 300 lebih nyawa manusia!!!. Termasuk diantaranya banyak dari penduduk yg tinggal di dekat habitat hidupnya.

Sebuah perusahaan perfilman bahkan pernah mengabadikan kisah hidup sang buaya dalam sebuah film yg berjudul "PRIMEVAL". Ia juga mendapat gelar "Man-eater" oleh sejumlah media. Oleh warga setempat Gustave dipercaya bukanlah sosok buaya biasa melainkan seekor buaya siluman titisan dewa!!!. Masih banyak lagi mitos2 yg berkembang seputaran kisah sepak terjang sang buaya.

Nah, kisah buaya Gustave mengingatkan aku kembali bahwa waktu aku kecil, kakekku pernah bercerita tentang tertangkapnya seekor buaya besar di Sungai Lintang yg merupakan anak Sungai Lenggang Kec.Gantung, sungai terpanjang di P.Belitung. Buaya raksasa tersebut ditangkap oleh seorang dukun buaya asal desa Lintang tersebut atas perintah seorang Belanda. Diceritakan buaya monster tersebut ditangkap karena telah memangsa dan menyerang penduduk desa Lintang. Ia dikabarkan bahkan sering meneror sampai ke pemukiman penduduk!!!.

Dengan berkekal seutas tali rotan, umpan berupa seekor ayam hidup dan semacam ritual khusus, akhirnya sang buaya berhasil ditangkap oleh si dukun buaya dengan dibantu beberapa orang penduduk setempat. Setelah ditangkap sang buaya tak langsung dibunuh, ia di arak keliling desa dengan iringan tabuhan musik rebana. Penduduk desa pun mengadakan sebuah pesta kecil sebagai tanda syukur kepada tuhan sehubungan dengan tertangkapnya si buaya peneror. Bahkan sempat diabadikan oleh seorang fotographer Belanda (foto: 2 & 3).


2. Dukun Buaya dan Si Buaya Sungai Lenggang

Sayangnya, tak banyak keterangan yg kudapat mengenai tahun berapa peristiwa itu terjadi (diperkirakan sekitar tahun 1930-an), berapa panjang ukuran tubuh dan berat badannya. Namun jika kita perhatikan benar2 foto2 buaya tsb, ukurannya tak jauh berbeda dengan Gustave of Burundi, berkisar antara 6-7 meter. Tubuhnya terlihat sangat sehat dan padat. Bagaimana dg bobotnya? Silahkan anda perkirakan sendiri...hehe. Dan entah bagaimana nasib sang monster setelah tertangkap masih menjadi misteri...


3. Pose bersama: Dukun buaya, rombongan
penabuh rebana, beberapa orang belanda
dan penduduk setempat

Selasa, 29 Desember 2009

The Billitonian

Setidaknya begitulah aku menyebut istilah bagi diriku yg terlahir di Pulau Belitung, Billitonian aku ambil dari kata dasar Billiton, nama pulau ini ketika masih dlm pendudukan Belanda...begitulah mereka (Belanda) menyebut pulau ini.

Banyak orang mengenal pulau Belitung sebagai pulau penghasil bijih/pasir Timah terbesar setelah pulau Bangka tetangga pulaunya. Pada masa jayanya di era th '70-90 an, pulau ini begitu hidup. Dimana kegiatan perekonomian penduduknya yg memadai dikarenakan sebagian besar dari mereka bekerja sebagai karyawan di PT.Timah Persero. Berbagai fasilitas untuk menunjang kehidupan kami juga boleh dibilang baik sekali pada masanya. Aku adalah salah satu dari sekian banyak anak2 yg beruntung dapat menikmati fasilitas yg diberikan oleh PT. Timah tsb. Dimulai dari kelahiranku di RSU UPT. Timah Samak- Manggar, sekolah TK, SD, SMP milik PT. Timah... gratis!!!!....karena kedua orang tuaku adalah karyawan PT. Timah pada saat itu. Ayahku seorang pegawai di bagian Keuangan di Kantor Timah wilayah Gantung, sedang ibuku mengajar di SD UPT.Bel X Gantung (sebuah SD milik PT.Timah).

Bagaimana dengan orang tua kami?? sama seperti karyawan lainnya....tidak jauh berbeda mengenai fasilitas yg mereka terima dari perusahaan. Mereka disediakan perumahan, dg listrik dan biaya perawatan rumah yg juga gratis. Belum lagi fasilitas olah raga seperti lapangan tennis, basket, volley bahkan lapangan golf 9 hole pun tersedia!!! Ahh....masih banyak lagi fasilitas penunjang kehidupan karyawan lainnya yg tidak bisa aku sebutkan disini...

Barangkali hal2 seperti itulah yg memicu timbulnya persepsi seolah2 kami begitu dimanjakan oleh perusahaan dg berbagai fasilitasnya. Yang pada akhirnya terjadilah kesenjangan sosial antara masyarakat lain yg non karyawan PT.Timah dan karyawan PT. Timah itu sendiri. Seperti yg digambarkan oleh saudara Andrea Hirata pada mahakaryanya "LASKAR PELANGI". Setidaknya Bang Andrea Hirata menempatkan posisinya dari sudut pandang mereka2 yg berada diluar lingkup karyawan PT.Timah, yg tidak bisa turut menikmati berbagai fasilitas didalamnya.
Siapapun yg melihat kehidupan kami dari sudut pandang beliau, sudah barang tentu akan merasakan perasaan yg sama. Apapun pendapat mereka aku hargai. Tak mengapa bagiku pribadi, walau pada kenyataannya tak seperti itu. Bahkan sebaliknya, aku kecil merasa anak2 seusiaku yg tinggal di luar kompleks Timah justru kurang bersahabat jika mereka bertemu kami di luar kompleks. Padahal aku sangat ingin bermain bersama mereka. Karna permainan mereka lebih mengasyikkan seperti berenang di sungai, berburu burung, petualangan mencari buah2 hutan dll. Akan tetapi walaupun begitu, aku sempat memiliki banyak teman2 di luar sana (baca: diluar kompleks).

Kalau kita melihat ke daerah lain, tak perlulah sampai jauh melihat sampai ke luar negeri, kita lihat fasilitas yg ada di PT.Freeport - Irian Jaya, memang seperti itulah konsep fasilitas yg diberikan sebuah perusahaan mapan kepada karyawannya. Semua serba terorganisir, memenuhi standard baik dari pemukiman karyawan maupun fasilitas pendukungnya. Mereka berusaha menciptakan suatu lingkungan yg nyaman bagi karyawannya yg tentunya berdampak baik untuk memacu semangat kerja. Dgn terpenuhinya segala kebutuhan karyawan, diharapkan konsentrasi kerja mereka lebih baik. Mereka jadi merasa memiliki dan loyal terhadap perusahaan tempat mereka mencari nafkah.

Aku rasa seperti itulah yg pernah dilakukan oleh PT.Timah terhadap karyawannya. Lihatlah kompleks2 perumahan karyawan tersusun dg rapi, terbagi2 menjadi bebrapa areal menurut jenjang kekaryawanan masing2. Bagi para petinggi difasilitasi dg areal pemukiman yg dekat dg Kantor Pusat masing2 wilayah penambangan. Hal tsb memang sengaja dikondisikan seperti demikian dg harapan mereka bisa datang ke kantor masing2 lebih awal atau minimal tepat waktu. Juga untuk lebih mempermudah kehadiran mereka disaat ada urusan2 penting di kantor ttg pekerjaan mereka. Atau disaat mereka harus kerja lembur/rapat sampai larut malam, mereka tak perlu khawatir dg kendala pulang menuju kerumah mereka yg berada tak begitu jauh dg kantor mereka. Juga karena posisi mereka dianggap vital oleh perusahaan sehingga jika ada hal penting yg harus dikerjakan, tak akan sulit menghubungi mereka.

Ahh...setidaknya itulah sedikit gambaran ttg Belitung-ku ini. Tempat dimana aku berjanji pada diriku sendiri akan menyumbangkan tenaga dan fikiranku demi untuk membangun kembali kampungku yg perekonomiannya skrg ini sedang tidak baik. Semoga Allah memberiku jalan dan kesempatan agar aku dapat mewujudkan cita2-ku ini....Amien....